Jika kau menjadi istriku (part1)
Saat pertama kali kita bertemu, kau memang lelaki yang sering berbicara
kepadaku. Tidak terlalu spesial karena aku masih belum terlalu lama
mengnalmu saat itu, biasa saat pertama mengenalmu.
Beberapa perjalanan sebagai teman, tahun demi tahun itu berlalu aku
sempat mengerti beberapa keputusanmu, aku tau tentang bagaimana kamu
bersikap terutama dengan apa yang kau yakini, aku sudah sangat mengerti.
Aku menyakini kau lelaki yang baik.
Aku kira selama kau tidak memberi isyarat tertarik kepadaku, tapi saat itu kau memberanikan diri. Aku tau kamu memerlukan waktu untuk menyatakan niatanmu, kata teman-temanku itu butuh kesiapan.
Kau sempat menanyakanku dengan sedikit basa-basi, tak kau pernah kira
alasan yang kuat kau memilihku, akan aku hargai hingga malam itu.
Malam itu kau membawa seluruh orang tua, aku hanya berada di balik ruang
tamu mersandar di diding dan mendengarkan apa yang kau sampaikan kepada
ayahku, aku sungguh senyum-senyum sendiri.
Terimakasih kau menghampiriku dengan niatan baik.
Kau merencanakan banyak hal termasuk kesiapan untuk hari yang sakral,
hari yang hanya akan terjadi sekali seumur hidupku. Sampai besok hari
itu sudah tiba, beberapa undangan sudah aku sebar. "Assalamualakum masih
ingatkan apa berita pernikahan itu benar? Sungguh saya sempat ingin
melamarmu, jika kamu masih membukakan hati tolong segera balas, aku akan
langsung ke rumahmu beserta orang tuaku."
Pesan itu sempat menggemparkan hatiku, seorang lelaki yang sempat terlintas di hatiku dulu, menanyakan tentang... ah sudah.
Apakah keputusanku ini akan membuat luka orang lain, aku tidak pernah bermaksud seperti itu.
Aku tidak mengabari calonku tentang pesan itu, aku bimbang.
Komentar
Posting Komentar